POTRET KEBUDAYAAN MASYARAKAT PENGHUNI BANTARAN SUNGAI CITARUM: STUDI KASUS DI DESA CITEREUP-KEC. DAYEUHKOLOT

Authors

  • Andreas Doweng Bolo Jurusan Ilmu Filsafat, Fakultas Filsafat Universitas Katolik Parahyangan, Bandung
  • Hendrikus Endar Suhendar Jurusan Ilmu Filsafat, Fakultas Filsafat Universitas Katolik Parahyangan, Bandung

Abstract

Kebudayaan merupakan strategi kehidupan. Pada hakekatnya manusia tidak hanya sekadar makhluk alami tetapi lebih‐lebih sebagai makhluk budaya. Manusia sebenarnya membentuk kebudayaan dan dibentuk oleh kebudayaan. Dalam realitas modern harus diakui bahwa terdapat benturan‐benturan antaran nilai‐nilai modern dan nilai‐nilai tradisional. Warga kota yang berdiam di wilayah pinggiran acapkali membentuk sebuah cara hidup dan pola pandang tertentu.

 

Bandung yang dilalui beberapa sungai terutama Sungai Citarum menyimpan persoalan pelik salah satunya adalah banjir. Berbagai upaya dilakukan namun dari tahun ketahun banjir akibat luapan Sungai Citarum tetap terjadi di musim penghujan dan kekeruhan air yang parah di musim kemarau. Warga masyarakat penghuni bantaran Sungai Citarum dari masa ke masa senantiasa menyesuaikan diri dengan ritme sungai ini. Bila musim hujan maka warga penghuni bantaran bersiap untuk menghadapi bahaya banjir sedangkan pada musim kemarau mereka bersiap untuk mencium bau busuk sungai.

 

Dengan modal sosial yang kecil kelompok masyarakat ini umumnya tidak mempunyai banyak pilihan. Mereka tidak sanggup berpindah mencari tempat agar terhindar dari banjir. Mereka melihat banjir sebagai bencana, yang diatasi dengan berbagai cara sambil tetap bertahan di rumahnya. Penelitian kecil ini ingin memetakan, membuat potret warga penghuni bantaran Sungai Citarum. Potret ini membantu penulis untuk merefleksikan makna kebudayaan secara lebih hidup. Kebudayaan tidak lagi sebagai sebuah definisi rigid tetapi kebudayaan sebagai sesuatu yang dinamis.

Downloads

Issue

Section

Articles