Profil Kinerja Keunggulan Bersaing Industri Manufakturing Kecil dan Menengah di Jawa Barat dan Banten Dalam Era Pelaksanaan CHINA-ASEAN Free Trade Area

Authors

  • Gandhi Pawitan Jurusan Ilmu Administrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Katolik Parahyangan, Bandung
  • Arie Indra Chandra Jurusan Ilmu Administrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Katolik Parahyangan, Bandung
  • Atom Ginting Munthe Jurusan Ilmu Administrasi Bisnis, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Katolik Parahyangan, Bandung

Abstract

Globalisasi dan terbukanya pasar nasional dari pemain‐pemain global membuat kondisi persaingan usaha yang semakin ketat. Free Trade Area (FTA) menjadi sebuah model perdagangan regional, termasuk ASEAN. ASEAN merupakan salah satu regional yang strategis dalam kajian ekonomi internasional, seperti dalam Ariyasajjakorn, Gander, Ratanakomut, & Reynolds (2009). Situasi tentu mendorong pelaku usaha nasional untuk selalu mengukur kinerjanya dan mendapatkan informasi secara cepat.
Dengan berlakunya perjanjian CAFTA pada tahun 2010, maka produk‐produk RRC, akan dengan bebasnya masuk ke pasaran di Indonesia. Industri‐industri di RRC saat ini dikenal memiliki tingkat effisiensi yang sangat tinggi di satu pihak dan tingkat produktivitas yang tinggi di lain pihak. Hal ini tentunya mempengaruhi daya saing dan dorongan ekspansi yang cukup tinggi untuk masuk ke pasar di luar RRC dengan harga yang jauh lebih murah. Industri domestik Indonesia menjadi kehilangan daya saingnya terutama dari sisi harga bila dibandingkan dengan produk‐produk RRC. Hal ini berimbas juga kepada industri‐industri kecil dan menengah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh perjanjian CAFTA terhadap tingkat pertumbuhan IMKM di Jawa Barat, penyusunan kluster IMKM di Jawa Barat berdasarkan kinerja, merumuskan ukuran kinerja IMKM di Jawa Barat..
Penelitian ini akan memberikan kontribusi yang signifikan dalam merumuskan kinerja IMKM secara khusus, dan UMKM secara umum. Selain itu juga berkontribusi dalam menyusun kajian faktor‐faktor yang berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Hasil yang dicapai ini diharapkan bermanfaat bagi pelaku IMKM, pemerintah, dan sektor industri pada umumnya untuk menyusun strategi bersaing dalam menghadapi ACFTA.
Dalam masa krisis ternyata yang bertahan bukan Usaha Besar melainkan Usaha Kecil dan Menengah. Demikian juga bila dikalkulasi dari sisi untung rugi, macetnya pinjaman satu unit Usaha Besar yang sekian triliun rupiah jumlahnya sama setara dengan pinjaman beratus Unit UKM. Padahal dari pengalaman UKM yang ‘ngemplang’ hutangnya tidak sebanyak Usaha Besar. Katakanlah dari seratus UKM yang ‘ngemplang’ sebanyak 25 % tetap saja masih di bawah UB yang ‘ngemplang’. Di sisi lain penyerapan tenaga kerja dan efek turunan dari bisnis UKM kiranya akan menggerakkan roda ekonomi di lokal. Apalagi saat ini gerusan terhadap daya tahan ekonomi kita terutama terhadap Industri Manufakturing Kecil dan Menengah – IMKM, yang menghadapi gempuran barang‐barang Cina yang membanjiri pasar Indonesia karena pelaksanaan ASEAN‐CHINA Free Trade Area sungguh menarik untuk disimak. Hanya dengan penelitian ke lapangan maka akan dapat diperoleh informasi yang berharga.
Pemahaman yang seksama terhadap profil kinerja keunggulan bersaing IMKM melalui riset akan sangat bermanfaat terutama bagi landasan pengembangan menghadapi globalisasi. Hanya dengan melakukan riset‐riset yang nyata maka pengembangan dan kontribusi terhadap dunia IMKM akan benar‐benar nyata dan bermanfaat.
Adapun 3 (tiga) profil utama yang perlu mendapat perhatian (masih lemah/kurang) dari
industri manufaktur kecil dan menengah di Kota Bandung dapat disusun sebagai berikut:
1. kategori 1 mempunyai profil sebagai berikut :
a. pembelian barang‐barang dari perusahaan Bapa/Ibu tidak dilakukan secara tunai/tidak dibayar saat itu (=mundur sekian bulan)
b. Biaya untuk membuat barang dan biaya lainnya dalam usaha ini terasa berat saat ini
c. suplai/pasokan bahan baku untuk pembuatan barang selama ini lancar
d. Bapa/Ibu suka melakukan inovasi (pembaharuan) terhadap barang yang dihasilkan (bentuknya, atau lainnya)
2. kategori 2 mempunyai profil sebagai berikut :
a. Kekurangan modal merupakan kesulitan utama dalam menjamin supaya usaha Bapa/Ibu tetap berjalan
b. Apabila ada lonjakan peningkatan pembelian terhadap barang Bapa/Ibu (lagi rame) maka untuk menambah pembuatan barang selalu terjadi kekurangan modal
c. Modal yang sekarang digunakan untuk usaha sebagian besar ( lebih dari 50%) berasal dari pinjaman (bukan modal sendiri)
3. Kategori 3 mempunyai profil sebagai berikut :
a. Pembayaran bahan baku harus tunai/ lunas/cash
b. Apabila Bahan baku yang sekarang digunakan untuk membuat barang dalam usaha Bapa/Ibu tidak ada maka akan ada pengganti nya
c. Bahan baku pengganti sulit didapat
d. Biaya pengiriman barang ditanggung oleh Bapa/Ibu

Downloads

Issue

Section

Articles