STRUKTUR PESISIR (WATERFRONT) KOTA CIREBON - JAWA BARAT Studi Kasus:Telaah Morfologi kawasan Pesisir Kelurahan Panjunan, Lemahwungkuk, Kasepuhan, Kasunean - Kota Cirebon.

Authors

  • Karyadi Kusliansjah Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas katolik Parahyangan
  • Adam Ramadhan Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas katolik Parahyangan

Abstract

Tujuannya penelitian ini berupaya mengkonseptualisasikan struktur kota lama dan
pengembangan struktur baru pesisir kota Cirebon di masa sekarang. Penelitian ini, mengkaji struktur
kota(jalan,sungai,kanal,pantai) sebagai bagian morfologi pembentuk kota Cirebon dan
menstrukturisasikan pola pengembangan kawasan pesisir kota ini sebagai waterfront city.
Peran kota Cirebon sekarang sebagai ibukota kabupaten Ciebon di Jawa Barat. Kota ini
dilintasi oleh jalur Pantura dan berbatasan dengan Kabupaten Indramayu, Kabupaten Majalengka
dan Kabupaten Kuningan dan Propinsi Jawa Tengah. Letak kota secara geografis pada koordinat
108° 33´ BT dan 6° 42´ LS. sebagai dataran rendah dengan luas wilayah pantai ±3.810 Ha.
Sedimentasi telah menambah luas wilayah administrasi kota, diperkirakan hingga menjadi ± 75 ha.
Sejarah mencatat kota ini telah dikenal dari 622 tahun lalu sebagai kota bandar terbuka
sampai kekawasan Asia Tenggara dengan pelabuhan Muara Jati di pesisir pantai laut Jawa dan
menjadi pusat kerajaan dan penyebaran Islam terutama di wilayah Jawa Barat (1479).
Morfologi kota Cirebon tidak terlepas dari perkembangan peran ketiga Kesultanan di kota
ini, yaitu: Kesultanan Kasepuhan, Kesultanan Kanoman, dan Kesultan Kaceribonan. Pengaruh
perdagangan antar bangsa hingga kolonial Belanda (1596) turut menentukannya, maupun intervensi
kekuasaan yang merubah status pemerintahan kota Cirebon dari disahkannya menjadi Gemeente
Cheribon (1926), dirubah menjadi Kota Praja (1957), kemudian ditetapkan sebagai Kotamadya
(1965) hingga sekarang menjadi Kota Cirebon.
Pertumbuhan terencana struktur kota lama signifikan terjadi di era penjajah Belanda, yang
mengintervensi struktur awal berbasis lintasan-lintas lokal tradisional. Pembangunan jaringan jalan
De Groote Postweg (1808-1811) dan jalur kereta api menghubungkan beberapa kota di pulau Jawa
juga melintas kota Cirebon. Kebijakan ini memicu peran kota menjadi kota transit dan berpengaruh
pula bagi pertumbuhan industri dan perdagangannya. Peran pelabuhan Cirebon masa sekarang
sangat penting mendukung kota-kota di Jawa Barat, disamping adanya jalan Pantura yang
melintasinya, menjadikan peran Cirebon berkembang sebagai kota dagang, kota transit dan kota
wisata kesejarahan. Dinamika perkembangan ini menuntut tersedianya ruang penunjang bagi
kebutuhan kota yang terpadu dengan struktur kota lama.
Permasalahan fisik spasial kota di era kebijakan otonomi daerah masa sekarang adalah
kendala luas kota Cirebon, yang dibatasi oleh wilayah kabupaten tetangganya maupun pesisir laut
Jawa. Akibatnya peluang perkembangan tata ruang kota perlu dikonsepkan secara vertikal dan atau
horisontal kearah laut, yaitu mengembangkan potensi dan strukturisasi dataran rendah pesisir yang
terbentuk oleh sedimentasi.
Diperlukan beberapa penelitian yang memberi dasar kelayakan pelaksanaan konsepsi diatas,
diantaranya adalah penelitian struktur (urban path)pesisir kota ini, pada sample kawasan Kelurahan
Panjunan, Lemahwungkuk, Kasepuhan, Kasunean - Kota Cirebon. Penelitian morfologi kota ini
dilaksanakan pada bulan Agustus–Desember 2012 dan menjadi bagian dalam roadmap penelitian
urban architecture waterfront di Indonesia. Metoda penelitian ini berbasis kualitatif- interpretatif.
Hasil penelitian ini bermanfaat bagi tatar akademik untuk memperluas wawasan lokalitas arsitektur
kota tepian air [urban waterfront], menggali informasi dan kontribusi bagi tataran praktek untuk
pengembangan pembangunan kota Cirebon menuju New Waterfront City di masa depan.
Keywords: Elemen Urban Path, Struktur dan Arsitektur Kota, Pesisir Kota, Cirebon

Downloads

Issue

Section

Articles