KONSEP GAGASAN ADAPTASI KOTA SABANG SEBAGAI LINGKUNGAN BINAAN

Authors

  • Caecilia S. Wijayaputri Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Katolik Parahyangan, Bandung
  • Kamal A. Arif Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Katolik Parahyangan, Bandung
  • Sandi A. Siregar Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Universitas Katolik Parahyangan, Bandung

Abstract

Sejarah perkembangan kota di Indonesia, biasanya diawali oleh kota-kota kerajaan, kota pedalaman yang agraris, atau kota-kota pantai. Peran dan fungsi kota-kota awal tersebut menarik suku lain untuk tinggal sementara maupun menetap. Dari kondisi inilah kota berikut lingkungannya berkembang, termasuk di dalamnya pola ruang kota sebagai wujud budaya material masyarakat pendukungnya. Dalam satu hal, kota
sama seperti manusia, dimana setiap aspek membentuk jati diri suatu kota. Maka bagaimana sebuah kota tetap memiliki identitas yang sama apabila ia terus menerus berada dalam suatu perubahan? Pada dasarnya
pembangunan seharusnya dapat melestarikan warisan budaya bangsa, oleh karena itu diperlukan usaha untuk menggali patokan-patokan pembangunan fisik masa lalu untuk dapat digunakan sebagai pengembangan kebudayaan selanjutnya. Selama ini, Sabang hanya dikaji secara ekonomi dan geografis sebagai pintu masuk via perairan laut wilayah Kesultanan Aceh. Pada tahun 1970 pelabuhan Sabang menjadi salah satu pelabuhan terpenting di Indonesia, walaupun akhirnya ditutup pada tahun 1986. Pertanyaan yang kemudian timbul adalah dengan peran sebagai pintu masuk kesultanan Aceh, apa sebenarnya identitas kultural kota Sabang. Sehingga untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai pola perkembangan kota Sabang, maka penelitian ini kemudian dilakukan. Metoda penelitian terdiri atas dua kajian yang saling isi yaitu diakronik melaui historical reading, dan sinkronik melalui tissue analysis.

Kata kunci: identitas kultural, warisan
budaya, morfologi, ruang kota, perubahan kultural.

Downloads

Issue

Section

Articles