Vol. 1 No. 2 (2015)

					View Vol. 1 No. 2 (2015)

CATATAN REDAKSI

Edisi kedua jurnal hukum, Veritas et Justitia  berhasil diterbitkan.  Kepada pembaca disajikan tulisan-tulisan dengan ragam tema dan topik.  Sekalipun begitu di dalamnya dapat kita temukan jalinan benang merah. Kesemuanya berbicara tentang berfungsinya hukum dalam masyarakat Indonesia serta kemampuan hukum menjawab tantangan kebutuhan manusia dan masyarakat yang terus berubah.

Dapat dicermati, hukum seringkali, juga oleh mahasiswa hukum, dipandang sebagai seperangkat peraturan (tertulis) yang dapat – tidak harus - digunakan penguasa untuk mengubah masyarakat. Hukum dengan demikian acap dipandang tidak terpisahkan dari kebijakan bahkan program atau proyek-proyek pembangunan.  Lebih dari itu, penguasa: sebagai sumber kebijakan dan pemberi perintah, serta hukum disebut dalam satu nafas.  Hanya hukum buatan Negara yang layak disebut hukum dan hukum adalah perangkat yang sejatinya dipergunakan pemerintah untuk membangun masyarakat.  

Beberapa tulisan dalam edisi kedua Veritas et Justitia beranjak dari pemahaman ini tentang hukum,  perencanaan pembangunan, pertumbuhan ekonomi, dan penataan ruang, ditelaah dalam kaitannya dengan peraturan perundang-undangan. 

Sebaliknya perkembangan dalam praktik dan dinamika perkembangan masyarakat kerapkali justru mendorong berkembangnya peraturan perundang-undangan atau setidak-tidaknya pemikiran hukum.  Pada skala mikro muncul kebutuhan meletakan sita jaminan atas hak kebendaan tidak berwujud semisal hak kekayaan intelektual, menegaskan kedudukan legitime portie yang semula berkembang dalam sistem hukum waris barat  di dalam sistem hukum Islam atau pada skala makro menyoal kedudukan hukum ekonomi syariah dalam pembangunan ekonomi nasional.

Pada lain pihak, masyarakat yang menjadi target ikhtiar pemerintah, mereka yang disasar oleh peraturan agar perilakunya berubah, bukanlah obyek yang tidak memiliki kehendak dan keinginan sendiri.  Dari sudut pandang hukum kita harus berbicara tentang peran serta dari masyarakat secara umum atau peran serta lembaga yang mewakili kepentingan segolongan masyarakat.  Adanya aturan hukum tidak otomatis mengindikasikan adanya penaatan sesuai harapan pemerintah.

Di samping itu, pemberlakuan peraturan oleh pemerintah atau pembuatan rancangan peraturan perundang-undangan akan langsung berhadapan dengan budaya hukum: sikap, tindak, habitus dari masyarakat yang terbentuk ajeg.  Efektivitas dari pemberlakuan bahkan diterimanya peraturan perundang-undangan akan sedikit banyak tergantung pada budaya hukum masyarakat yang sudah terbentuk.  Namun dalam khasanah ilmu hukum Indonesia, budaya hukum seringkali dimaknai secara berbeda: bukan sesuatu yang faktual ada, namun sebagai suatu idea yang masih harus dibangun dan diciptakan.  Dalam konteks itulah tulisan pertama membahas perlu dan pentingnya membangun budaya hukum Pancasila. 

Tulisan lainnya yang disajikan di sini mengungkap pula sejumlah persoalan yang tidak dapat sepenuhnya ditelaah dari sudut pandang pendekatan yuridis normatif belaka.  Hukum bagaimanapun juga adalah fenomena sosial yang multidimensional.  Maka itu di dalam tulisan terakhir disajikan kepada pembaca ulasan falsafati perihal naturalisme (hukum kodrat).

Kendati begitu rangkaian tulisan di dalam edisi kedua dapat dibaca terpisah atau sebagai satu rangkaian yang berkesinambungan. Apa yang hendak dicapai pada akhirnya adalah mengundang pembaca untuk berpikir, merenungkan persoalan-persoalan hukum Indonesia dan bila tergerak mengangkat pena dan mulai menulis.  Sekali lagi selamat membaca.

 Redaksi

Published: 2015-12-21