Vol. 4 No. 1 (2018): Veritas et Justitia

					View Vol. 4 No. 1 (2018): Veritas et Justitia

Catatan Redaksi

Edisi Veritas et Justitia Volume 4 No. 1 (Juni 2018) kami hadirkan kembali ke hadapan pembaca. Edisi kali ini merupakan kolase tulisan-tulisan ilmiah bidang hukum.  Satu tulisan mengangkat persoalan yang penting bagi setiap pengemban hukum di Indonesia: metodologi ilmu hukum.   Persoalan ini terkait dengan pertanyaan epistemologis dari ilmu hukum. Bagaimana kita semua mempertanggungjawabkan kerja dan hasil penelitian secara ilmiah (di bidang hukum) dan apa sebenarnya sumbangan penelitian hukum pada pengembangan dan pembaharuan hukum di Indonesia? Pertanyaan ini pernah beberapa kali diperdebatkan oleh pakar-pakar hukum Indonesia dan ditengarai ada dua kubu utama. Satu kubu bersikukuh mempertahankan metodologi yuridis normatif atau dogmatis dan kubu lainnya mendaku perlu dan pentingnya pendekatan yang lebih lentur serta membuka ruang bagi pendekatan-pendekatan dari ilmu-ilmu lain. Perdebatan ini masih terus berlangsung dan secara praktis dihadapi oleh para peneliti hukum di Indonesia. Termasuk ke dalamnya mahasiswa strata sarjana maupun pascasarjana yang setiap kali harus mengisi kolom pilihan metoda penelitian yang digunakan untuk skripsi, tesis atau disertasi.  

Penulis lain menyumbangkan tulisan tentang persoalan pengungsi di Indonesia.  Dicermati bahwa ruang lingkup definisi pengungsi sebagaimana diberikan Konvensi Pengungsi 1951 maupun Protokol 1967 tidak lagi memadai untuk menjawab persoalan migrasi internasional yang terjadi bukan lagi sebatas adanya well-founded fear of being persecuted or discriminated.  Arus pengungsi internasional yang menjadi beban dan tanggung jawab masyarakat internasional sekarang ini terjadi karena berbagai sebab dan pada akhirnya perlu adanya tanggapan masyarakat dan hukum internasional yang lebih tepat sasaran. 

Terkait dengan cara berbeda pada persoalan di atas adalah tulisan tentang perlindungan hukum terhadap kelompok agama minoritas di Indonesia. Kelompok agama minoritas kerap mengalami “persecution” dan/atau perlakuan diskriminatif.  Padahal UUD 1945 tegas menyatakan negara akan melindungi kebebasan beragama dari setiap warga.  Bagaimana ketentuan ini ditafsirkan dalam ragam aturan lebih rendah dan dipraktikan agen-agen negara dan masyarakat, termasuk pengaruhnya pada aturan-aturan lain yang diterbitkan pemerintah untuk mengatur tata tertib pendirian rumah ibadah menjadi persoalan penting di sini.

Satu cara untuk melindungi dan menghormati hak asasi (khususnya anak dan dewasa selaku pelaku maupun korban tindak pidana) adalah dengan mengadopsi pendekatan keadilan restoratif ke dalam sistem peradilan pidana Indonesia.  Satu tulisan mengamati bahwa UU Peradilan Anak sudah menggunakan pendekatan ini, namun sebaliknya Hukum Acara Pidana masih bersandarkan pada pendekatan keadilan retributif.  Padahal satu temuan menarik adalah pendekatan restorative justice sudah lama dikenal dalam hukum adat Indonesia. Apakah tidak juga lebih baik mengadopsi pendekatan restorative justice ke dalam sistem peradilan pidana Indonesia secara keseluruhan adalah pertanyaan utama yang hendak dijawab penulis.

Persoalan bagaimana mewujudkan keadilan diangkat pula oleh tulisan-tulisan lain, berturut-turut tentang keadilan lingkungan di bidang perlindungan lingkungan dan hutan, keadilan sosial ketika berhadapan dengan perolehan tanah berdasarkan kebijakan reforma agraria di kawasan hutan, keadilan ekonomi ketika berhadapan dengan perlindungan terhadap indikasi geografis, dan keadilan distributif dalam kaitan dengan pemenuhan hak atas kesehatan dan terakhir keadilan korektif berkaitan dengan PerMa (2/2015) yang membuka peluang mengajukan gugatan sederhana.

Beberapa tulisan lain mengambil tema berbeda sekalipun juga masih menyentuh aspek perlindungan hak asasi manusia dan keadilan yang harus dimunculkan hukum.  Satu tulisan secara khusus mengangkat tema privacy rights di era digital. Ditengarai Indonesia belum merespons kebutuhan akan perlindungan atas privacy rights secara memadai.  Sumbangan tulisan lain menyoal peluang dan kendala pemberian agunan tanpa jaminan dari sudut pandang hukum jaminan Indonesia.

Selamat membaca!

Published: 2018-06-28