KAJIAN GEOTEKNIK INFRASTRUKTUR UNTUK KOTA PADANG MENGHADAPI ANCAMAN GEMPA DAN TSUNAMI

Penulis

  • Paulus Pramono Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Katolik Parahyangan, Bandung
  • Budijanto Widjaja Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Katolik Parahyangan, Bandung
  • Sylvia Herina Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Katolik Parahyangan, Bandung
  • Anastasia Sri Lestari Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Katolik Parahyangan, Bandung
  • Aswin Lim Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Katolik Parahyangan, Bandung
  • Siska Rustiani Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Katolik Parahyangan, Bandung
  • Stefani Wiguna Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Katolik Parahyangan, Bandung
  • Vienti Hapsari Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Katolik Parahyangan, Bandung

Abstrak

Latar belakang Gempa 30 September 2009 sebagai “alarm” bagi kota Padang, posisi kota Padang menghadapi resiko bencana dimasa mendatang, khsusnya terhadap Gempa megathrust dan Benioff
yang berpotensi menimbulkan resiko tsunami dan liquifaksi. Banyaknya bangunan yang gagal akibat liquefaksi, pengalaman beberapa peneliti dalam penanganan kasus di Padang.
Metode kajian berupa site visit ke lokasi, pengumpulan data-data kerusakan kota Padang saat gempa 29 September 2009, data-data geologi dan kegempaan, data bor dan CPT / CPTu, analisis likuifaksi menggunakan konsep NCEER dan perhitungan Liquefaction Potensial Index (LPI), pemetaan kerentanan terhadap likuifaksi dan tinjauan bahaya tsunami di kota Padang.
Kesimpulan dan rekomendasi dari studi:
(1) Tanah dikota Padang lapisan atas didominasi oleh pasir halus yang memiliki konsistensi lepas hingga sedang dan berpotensi mengalami liquefaksi dengan tingkat yang amat tinggi.
(2) Masalah keamanan bangunan di Padang, bukan saja akibat dari kondisi bangunan yang buruk, mungkin tidak dirancang dan dilaksanakan terhadap gempa, tetapi kondisi tanah dasar juga memerlukan perhatian khususnya bahaya liquefaksi yang dapat mengakibatkan kegagalan pada pondasi dan selanjutnya dapat mengakibatkan kerusakan pada struktur atas secara langsung.
(3) Untuk bangunan yang masih survive, maka proteksi yang dapat diterapkan disamping peninjauan dan perkuatan struktur adalah dengan melakukan underpinning atau grout pada lapis tanah pasir dibawah
pondasi. Bangunan bangunan yang sudah tidak dapat digunakan karena tingkat kerusakan yang berat maka sebaiknya pondasi dirancang ulang untuk menahan kemungkinan terjadinya potensi liquefaksi misalnya dengan menggunakan pondasi dalam sebagai sub struktur.
(4) Zonasi kerentanan terhadap likuifaksi dapat dilakukan berdasarkan Liquefaction Potential Index.
(5) Mengingat keseluruhan kota Padang terletak pada area yang rendah, maka kerentanan terhadap potensi kerusakan akibat tsunami cukup tinggi, untuk itu disarankan kajian yang lebih mendalam mengenai tsunami diperlukan.
(6) Berdasarkan resume hasil analisis LPI terlihat bahwa rata-rata potensi likuifaksi yang terjadi pada kota Padang sangat besar (very high). Dengan besaran settlement yang terjadi berkisar antara 15.5 – 71.2
cm dan besaran lateral displacement yang terjadi berkisar antara 2.9 – 13.5 cm.
(7) Direkomendasikan untuk merencanakan tsunami hill atau tempat tempat tinggi ditempat publik yang dapat menyelamatkan masyarakat dari bahaya tsunami. Lokasi tersebut dapat dipilih pada area terbuka yang mudah dijangkau oleh orang orang yang berada disekitaranya
Kemungkinan lain adalah membuat dinding pertahanan terhadap tsunami (tsunami wall) sepanjang
pantai, misalnya dengan memanfaatkan jalan jalan dipinggir pantai seperti diantaranya jalan Samudera

##submission.downloads##

Terbitan

Bagian

Articles