https://journal.unpar.ac.id/index.php/risa/issue/feedRiset Arsitektur (RISA)2024-10-04T10:06:30+07:00Dr. Ir. Hartanto Budiyuwono, MT.risetarsitektur@unpar.ac.idOpen Journal Systems<p>eISSN<a title="eISSN RISA UNPAR" href="http://issn.pdii.lipi.go.id/issn.cgi?daftar&1473904869&1&&" target="_blank" rel="noopener"> 2548-8047</a> (Media Online)</p> <p>Tujuan dari jurnal ini adalah untuk menyediakan tempat bagi Skripsi-skripsi mahasiswa yang dibimbing oleh dosen-dosen dan disidangkan pula oleh 2 orang dosen jurusan Arsitektur Universitas Katolik Parahyangan lainnya. Skripsi-skripsi tersebut adalah hasil yang terbaik, dan dilakukan penilaian kembali oleh para reviewer lainnya (5 panel ahli diluar Universitas Katolik Parahyangan). Semua skripsi-skripsi tersebut dipresentasikan dalam bentuk seminar terbuka nasional. Dibagi dalam kelompok materi, Sejarah Teori dan Falsafah Arsitektur, Perumahan dan Permukiman, Arsitektur dan Tata Kota, serta Teknologi Manajemen gedung disajikan dalam Jurnal ini. Jurnal akan diterbitkan empat kali dalam setahun setiap 3 bulan.</p>https://journal.unpar.ac.id/index.php/risa/article/view/8576KESELARASAN WUJUD INKULTURASI ORNAMEN SEBAGAI PEMBENTUK MAKNA SIMBOLIK GEREJA SANTA THERESIA LISIEUX BORO, KULON PROGO2024-10-04T08:15:06+07:00Nyra Malika Pribadi6111801072@student.unpar.ac.idBachtiar Fauzy6111801072@student.unpar.ac.id<p><strong>Abstrak - </strong><span style="font-weight: 400;">Seiring berkembangnya zaman, Gereja Katolik pun semakin terbuka akan adanya perubahan. Konsili Vatikan II yang dilaksanakan pada tahun 1965 menghasilkan istilah baru, yaitu ;inkulturasi’, yang berarti dorongan Gereja untuk memperbaharui Gereja dengan melibatkan integrasi antara budaya lokal setempat dengan ajaran Katolik. Inkulturasi mendorong pembentukan Gereja yang terus berubah mengikuti perkembangan zaman, dengan melibatkan peran aktif umatnya melalui liturgi yang dapat lebih dihayati oleh masyarakat, sehingga membentuk Gereja yang berakar dari masyarakat setempat dan dapat terjadi pengintegrasian pengalaman iman dengan nafas lokal. Inkulturasi menjadikan Gereja sebagai bagian dari budaya setempat dan identitas yang terintegrasi suatu kelompok masyarakat. </span></p> <p><span style="font-weight: 400;">Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendokumentasi dan mengungkapkan perwujudan dan keselarasan dari inkulturasi yang ditemukan dalam ornamen arsitektur Gereja Santa Theresia Lisieux Boro di Kulon Progo. Pemilihan objek ini dilakukan karena minimnya dokumentasi terhadap gereja ini, meski kaya akan sejarah dan sudah berdiri sejak tahun 1927. Gereja Santa Theresia Lisieux Boro mempunyai pengaruh kuat dari arsitektur Eropa, terutama Belanda karena sejarahnya, dan seiring berjalannya waktu mengalami perubahan – perubahan yang dipengaruhi oleh budaya Jawa. </span></p> <p><span style="font-weight: 400;">Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif berupa deskripsi, komparasi, analisis, dan interpretasi. Teori yang digunakan adalah teori akulturasiyang menjadi dasar dari proses inkulturasi.Teori pendukung yand digunakan merupakan prinsip lokalitas Jawa, berupa ornamentasi dan warna arsitektur Jawa, teori zonasi gereja, dan teori semiotika mengenai pendekatan historis, historisisme, dan material. Objek studi dibagi lingkup telaahnya dari zonasi pada Gereja yang dibagi menurut kesakralannya, yaitu Zona </span><em><span style="font-weight: 400;">Narthex</span></em><span style="font-weight: 400;">, Zona </span><em><span style="font-weight: 400;">Nave</span></em><span style="font-weight: 400;">, dan Zona </span><em><span style="font-weight: 400;">Sanctuary</span></em><span style="font-weight: 400;">, yang kemudian dibagi lagi berdasarkan lingkup bangunan, yaitu lingkup atap, lingkup dinding, dan lingkup lantai. </span></p> <p><span style="font-weight: 400;">Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa inkulturasi pada Gereja Santa Theresia Lisieux Boro, Kulon Progo tampak pada hubungannya dengan zonasi hierarkis kesakralan gereja, dan lingkup bangunan sebagai perwujudan dari penyisipan budaya Jawa dalam arsitektur gereja. Inkulturasi terwujud dalam penggunaan ragam hias lokal seperti ragam hias flora bermotif lung – lungan, gunungan wayang, dan gaya penggambaran ornamen. Pemilihan material berdasarkan lokalitas juga dilakukan dengan menggunakan material batu tempel dan kayu jati yang diukir. Penelitian juga mengemukakan adanya keselarasan antar ornamen yang dikaji berdasarkan bentuk dan makna, warna dan material, serta penempatan hierarkis sudah terwujud, kecuali untuk ornamen pada Zona </span><em><span style="font-weight: 400;">Nave.</span></em><span style="font-weight: 400;"> </span></p> <p><span style="font-weight: 400;">Manfaat penelitian ini dapat memberi pemahaman kepada peneliti, perancang dan pembaca mengenai inkulturasi dan keselarasannya pada ornamentasi arsitektural Gereja Santa Theresia Lisieux Boro dari segi bentuk dan makna. Pemahaman tentang pentingnya mengintegrasikan budaya dan nilai – nilai lokal dalam bangunan yang menjadi identitas suatu wilayah juga didapatkan. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi perancang untuk mengintegrasikan dan mengadopsi unsur – unsur budaya lokal yang selaras dari segi bentuk dan makna dengan ajaran dan sakralitas agama Katolik dalam arsitektur gereja sebagai identitas suatu wilayah. </span></p> <p><br><strong>Kata Kunci</strong><span style="font-weight: 400;">: inkulturasi, ornamen, bentuk dan makna, arsitektur gereja, Jawa</span></p>2024-10-04T00:00:00+07:00Hak Cipta (c) 2024 Nyra Malika Pribadihttps://journal.unpar.ac.id/index.php/risa/article/view/8578OPTIMASI DESAIN FASAD KACA DAN RUANG DALAM TERHADAP PENCAHAYAAN ALAMI PADA KEGIATAN BELAJAR MENGAJAR DI RUANG KELAS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH, BANDUNG2024-10-04T08:29:30+07:00Farrah Fahrany6111801054@student.unpar.ac.idMimie Punama6111801054@student.unpar.ac.id<p><strong>Abstrak - </strong><span style="font-weight: 400;">Indonesia terletak di wilayah beriklim tropis yang menerima banyak cahaya alami dari pantulan cahaya matahari. Cahaya alami yang berlimpah ini dapat dimanfaatkan sebagai penerangan pada bangunan dan dapat menghemat energi, khususnya pada bangunan pendidikan seperti pada Universitas Muhammadiyah, Bandung merupakan bangunan dengan fungsi pendidikan dimana fasad nya menggunakan kaca pada sisi-sisinya dengan fungsi ruang di dalamnya yaitu ruang kelas. Ruang kelas pada Bangunan Universitas Muhammadiyah Bandung memiliki dua model unit kelas dengan perbedaan pada desain bukaan sehingga mengakibatkan perbedaan kuat cahaya alami dalam kedua model ruang kelas tersebut, terdapat ruangan yang dilingkupi oleh 2 bukaan kaca berdimensi cukup besar menghadap ke arah Timur, Barat, Utara, Selatan. Lalu terdapat ruang kelas dengan bukaan yang menghadap ke Selatan dimana dimensi bukaannya cukup kecil. Penelitian ini akan dilakukan kajian berupa evaluasi eksisting bangunan, bagaimana fasad kaca dan elemen pelingkup ruang kelas pada bangunan berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas pencahayaan alami. Hasil simulasi akan dikaji dan dilakukan optimasi desain terhadap fasad kaca dan elemen pelingkup ruang kelas dengan berbagai konfigurasi elemen arsitektural. Metode yang digunakan adalah kuantitatif dengan pendekatan eksperimental-simulasi. Model dari bangunan akan dibuat dengan aplikasi SketchUp dan kemudian akan dilakukan simulasi oleh Velux Daylight Visualizer 3. Simulasi dilakukan pertama kepada kedua model ruang kelas eksisting. Hasil dari simulasi menunjukkan adanya permasalahan kualitas dan kuantitas cahaya alami pada kedua model unit ruang kelas yang tidak memenuhi standar. Optimasi desain berupa pengubahan elemen arsitektural dilakukan untuk menyelesaikan masalah kualitas cahaya alami yang meliputi iluminasi dan DF, serta kuantitas cahaya alami meliputi kemerataan cahaya dan rasio kontras silau. Unit kelas 1 melakukan modifikasi warna perabot, modifikasi bukaan, penambahan light shelf, serta menggabungkan keseluruhan modifikasi. Unit kelas 2 dilakukan modifikasi kaca, modifikasi warna perabot, serta menggabungkan keseluruhan modifikasi. Hasil optimasi menunjukan modifikasi warna perabot memperbaiki belum mencapai standar kualitas cahaya dan memperbaiki sudah mencapai standar kuantitas cahaya kedua model ruang kelas. Modifikasi dimensi bukaan pada unit kelas 1 memperbaiki belum mencapai standar kualitas cahaya, dan sedikit memperbaiki hingga memperbaiki belum mencapai standar kuantitas cahaya. Penambahan light shelf pada model unit kelas 1 tidak memperbaiki kualitas cahaya dan memperburuk hingga sedikit memperbaiki kuantitas cahaya. Modifikasi kaca pada unit kelas 2 memperburuk kualitas cahaya dan tidak memperbaiki kuantitas cahaya. Penggabungan keseluruhan modifikasi dapat memperbaiki permasalahan kualitas dan kuantitas cahaya kedua model unit kelas.</span></p> <p> </p> <p><strong>Kata Kunci: </strong><span style="font-weight: 400;">kualitas kuantitas pencahayaan alami, fasad kaca bangunan, ruang dalam, ruang kelas.</span></p>2024-10-04T00:00:00+07:00Hak Cipta (c) 2024 Farrah Fahranyhttps://journal.unpar.ac.id/index.php/risa/article/view/8579PEMANFAATAN RUANG OLEH ANAK PADA SETTING RUANG KAMPUNG PRAI IJING2024-10-04T08:33:16+07:00Ariqo Mutiara6111801095@student.unpar.ac.idFranseno Pujianto6111801095@student.unpar.ac.id<p><strong>Abstrak - </strong><span style="font-weight: 400;">Anak-anak memiliki persepsi akan ruang yang berbeda dari orang dewasa. Persepsi tersebut kemudian membentuk perilaku pemanfaatan yang spesifik akan ruang terkait. Pada kesehariannya, anak - anak Kampung Prai Ijing memiliki perilaku pemanfaatan setting ruang kampung sebagai ruang aktivitasnya. Menjadi hal yang menarik bahwa dengan kreatifitasnya, anak - anak dapat berupaya memenuhi kebutuhan ruang dalam aktivitas yang mereka inginkan dalam lingkung kampung tradisional.</span></p> <p><span style="font-weight: 400;">Penelitian ini bertujuan untuk memahami persepsi anak dalam memanfaatkan ruang pada lingkungan Kampung Prai Ijing. Kampung Prai Ijing merupakan kampung tradisional yang terletak di Desa Tebara, Waikabubak, Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur yang merupakan salah satu desa destinasi wisata dengan penghargaan dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Penelitian ini akan menelusuri bagaimana persepsi anak terhadap </span><em><span style="font-weight: 400;">setting</span></em><span style="font-weight: 400;"> tersebut.</span></p> <p><span style="font-weight: 400;">Data penelitian diperoleh melalui observasi langsung dan wawancara acak dalam keseharian anak - anak Kampung Prai Ijing. Data kemudian dianalisis dengan metode kualitatif deskriptif untuk mendeskripsikan persepsi anak dalam pemanfaatan ruang. Dengan itu dapat ditelusuri bagaimana persepsi tersebut dapat membentuk pemanfaatan ruang pada setiap </span><em><span style="font-weight: 400;">setting</span></em><span style="font-weight: 400;"> yang diamati.</span></p> <p><span style="font-weight: 400;">Hasil penelitian membuahi kesimpulan pertama yaitu area bebas perabot sebagai Open Space serta teras rumah sebagai area istirahat menjadi setting dengan intensitas pemanfaatan tertinggi bagi anak - anak di Kampung Prai Ijing. Sedangkan kesimpulan kedua dihasilkan dari variabel - variabel setting ruang yang menunjukkan adanya persamaan dan perbedaan setting tiap klasternya yang memunculkan perilaku pemanfaatan setting spesifik di dalam tiap klaster Kampung Prai Ijing.</span></p> <p> </p> <p><strong>Kata Kunci</strong><span style="font-weight: 400;">: Persepsi anak, perilaku pemanfaatan ruang, kampung tradisional, Kampung Prai Ijing</span></p>2024-10-04T00:00:00+07:00Hak Cipta (c) 2024 Ariqo Mutiarahttps://journal.unpar.ac.id/index.php/risa/article/view/8586PENEMPATAN TURBIN ANGIN OPTIMAL UNTUK GEDUNG PUSAT PEMBELAJARAN ARNTZ-GEISE 2 UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN, BANDUNG UNTUK MENGHASILKAN ENERGI BERSIH SEPANJANG TAHUN2024-10-04T09:37:25+07:00Samuel Gideon6111801215@student.unpar.ac.idMimie Purnama6111801215@student.unpar.ac.id<p><strong>Abstrak- </strong><span style="font-weight: 400;">Dalam kondisi iklim dunia sekarang, bangunan yang hemat energi bukan lagi sebuah kemewahan tetapi sebuah kebutuhan. Angin adalah salah satu sumber daya alam yang dapat digunakan untuk menghasilkan energi bersih; akan tetapi pada negara tropis, angin yang bertiup di perkotaan mempunyai kececpatan yang sangat kecil dibanding angin di iklim dan kawasan lain. Untungnya, angin dapat dimanipulasi oleh bentuk bangunan untuk menghasilkan kecepatan yang tinggi agar dapat digunakan untuk menghasilkan energi bersih melalui turbin angin. Banyak fenomena angin yang dapat dihasilkan berdasarkan orientasi dan bentuk bangunan, beberapa dari fenomena itu adalah </span><em><span style="font-weight: 400;">Wind Tunnel Effect,</span></em> <em><span style="font-weight: 400;">Cumulative Effect, </span></em><span style="font-weight: 400;">dan Angin Puncak Bangunan. Selain itu, bentuk bangunan yang bersudut akan menghasilkan kecepatan angin yang tinggi. Gedung Pusat Pembelajaran Arntz-Geise 2 (PPAG 2) UNPAR, Bandung mempunyai orientasi dan bentuk yang dapat menghasilkan fenomena-fenomena tersebut untuk menghasilkan angin yang kencang. </span></p> <p><span style="font-weight: 400;">Penelitian ini yang bersifat evaluatif akan menganalisa bentuk bangunan PPAG 2 terhadap angin yang akan dialaminya menilai penempatan turbin angin yang optimal pada gedung PPAG 2. Data angin yang akan digunakan adalah data angin sepanjang tahun 2021. Data tersebut lalu akan digunakan untuk mensimulasikan angin terhadap bangunan PPAG melalui </span><em><span style="font-weight: 400;">software</span></em><span style="font-weight: 400;"> Computational Fluid Dynamics (CFD). Hasil dari simulasi akan dianalisa untuk menentukan titik letak turbin angin yang optimal agar bangunan dapat menghasilkan energi bersih sepanjang tahun.</span></p> <p><span style="font-weight: 400;">Hasil dari penelitian ini mengatakan bahwa titik letak turbin angin yang optimal adalah pada semua sudut luar bangunan, area jembatan penyebrangan gedung selatan dan utara, dan pada puncak atap gedung utara dan selatan. </span></p> <p> </p> <p><strong>Kata-kata kunci</strong><span style="font-weight: 400;">: </span><span style="font-weight: 400;">Turbin angin, PPAG 2, titik letak, Sepanjang tahun, Energi bersih</span></p>2024-10-04T00:00:00+07:00Hak Cipta (c) 2024 Samuel Gideonhttps://journal.unpar.ac.id/index.php/risa/article/view/8587STUDI KARAKTERISTIK ARSITEKTUR PERCANDIAN ERA SINGOSARI-MAJAPAHIT (DITINJAU DARI SINKRETISME ARSITEKTURAL SECARA SOSOK, TATA RUANG, DAN TEKTONIKA)2024-10-04T09:40:09+07:00Marcellino Fabrian Gulla6111801141@student.unpar.ac.id Rahadhian P. Herwindo6111801141@student.unpar.ac.id<p><strong>Abstrak - </strong><span style="font-weight: 400;">Agama Hindu dan Buddha diperkenalkan kepada masyarakat Nusantara pada abad ke-5 Masehi, ketika rute perdagangan maritim yang menghubungkan India di barat dan Tiongkok di timur berkembang di kawasan tersebut. Dalam perkembangannya, Agama Hindu dan Buddha mengalami kemajuan yang signifikan di Pulau Jawa, salah satunya ditandai dengan berdirinya Candi-candi Hindu dan Buddha di awal abad ke-8 pada era Mataram Kuno. Candi sendiri merupakan bangunan kuno yang memiliki fungsi keagamaan dan berasal zaman Hindu-Buddha di Nusantara. Seiring berjalannya waktu, Kejayaan Mataram Kuno mulai meredup seiring dengan bergeraknya pemerintahan ke timur. Mataram Kuno yang meredup tersebut melahirkan Kerajaan-Kerajaan baru, dari Kerajaan Kediri, yang diikuti oleh Kerajaan Tumapel atau yang lebih dikenal dengan Singosari hingga Kerajaan Majapahit. Di zaman ini, tumbuh sebuah sinkretisme dari kepercayaan Hindu-Buddha yang telah ada yang berupa konsep Siwa-Buddha, dengan dipengaruhi oleh aliran Tantra, dan adanya kebangkitan dari kepercayaan asli nusantara. Sinkretisme yang terjadi memiliki pengaruh terhadap gubahan arsitektur candi yang dibangun pada periode ini dengan karakteristiknya yang memiliki kekhasan tersendiri dari candi-candi pendahulunya.</span></p> <p><span style="font-weight: 400;">Kajian mengenai Percandian era Singosari-Majapahit yang ada belum mendalami mengenai sinkretisme dari sisi arsitektural, maka dari itu diperlukan studi lebih lanjut melalui penelitian ini. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif dengan tujuan untuk memahami karakteristik Percandian era Singosari-Majapahit serta mengetahui persamaan dan perbedaan Candi-candi Era Singosari-Majapahit, dengan Candi Hindu dan Candi Buddha melalui analisis secara sosok, tata ruang, dan tektonika. Setelah dianalisis, ditemukan bahwa sinkretisme yang terjadi pada Candi-candi tersebut tidak memiliki pola baku, di mana sinkretisme itu sendiri diterima sebatas secara konsep sedangkan secara prakteknya berwujud hibrida. Selain itu, ditemukan juga penyusunan kompleks percandian yang bergeser menjadi linear memanjang sebagai wujud egalitarianisme, seperti yang diceritakan dalam Kisah Panji dengan candi utamanya berada di paling belakang lahan. Penataan yang demikianlah yang nantinya mempengaruhi dan masih dapat kita lihat sekarang pada kompleks keagamaan di Bali.</span></p> <p><br><br></p> <p><strong>Kata-kata kunci:</strong><span style="font-weight: 400;"> candi, karakteristik, sinkretisme, Singosari-Majapahit</span></p>2024-10-04T00:00:00+07:00Hak Cipta (c) 2024 Marcellino Fabrian Gullahttps://journal.unpar.ac.id/index.php/risa/article/view/8588STUDI PENJAJARAN ARSITEKTUR CANDI BUDDHA DI SUMATERA DAN JAWA DALAM KONTEKS MAHAYANA VAJRAYANA DITINJAU DARI TATA MASSA, TATA RUANG, SOSOK, DAN ORNAMENTASI 2024-10-04T09:42:37+07:00Ravi Kukuh6111801119@student.unpar.ac.idRahadhian P. Herwindo6111801119@student.unpar.ac.id<p><strong>Abstrak - </strong><span style="font-weight: 400;">Arsitektur Buddha di Sumatra dan di Jawa masih perlu dikaji lebih lanjut hubungannya dalam studi penjajaran karena arsitektur Buddha tidak memiliki kitab ataupun bangunan yang dijadikan pedoman arsitektur Buddha di Indonesia. Aliran Buddha yang mengalami penyebaran di Indonesia, yaitu Mahayana dan Vajrayana, sejak dahulu memiliki akar dari ajaran Hindu yang dapat dilihat kembali dari penyebaran arsitektur yang terjadi di Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui persamaan dan perbedaan Candi Buddha Sumatera dengan Candi Buddha yang ada di Jawa. Analisis terkait persamaan dan perbedaan antara beberapa candi di Sumatra dan Jawa dapat menghasilkan faktor-faktor yang mempengaruhi. Penelitian kualitatif komparatif dilakukan untuk mengetahui perbedaan dan persamaan candi-candi Buddha yang berada di Sumatra dan Jawa dengan melakukan studi penjajaran, setelah analisis tersebut diberikan faktor-faktor apa yang diduga mempengaruhi persamaan dan perbedaan yang didapatkan. Diperoleh kesimpulan bahwa terdapat persamaan dan perbedaan yang ada diantara kedua arsitektur candi-candi Buddha Sumatra dan Buddha Mataram Kuno, </span></p> <p> </p> <p><span style="font-weight: 400;">persamaan dimungkinkan karena candi-candi Sumatra memiliki kedekatan atau kemiripan dengan gaya arsitektur candi Jawa Tengah yang dapat dilihat pada penerapan unsur-unsur arsitektur candi yang mengalami adaptasi pada candi-andi Sumatra. Perbedaan juga menjelaskan bahwa terdapat kedekatan dari gaya arsitektur yang diimplementasi sesuai dengan kearifan lokal atau berdasarkan local genius yang mempengaruhi terdapat perbedaan. Jadi berdasarkan analisis kualitatif deskriptif, terbukti bahwa adanya persamaan dan perbedaan dari studi penjajaran yang menghubungkan unsur arsitektur candi-candi yang menjadi objek penelitian. </span></p> <p><strong>Kata-kata kunci: </strong><span style="font-weight: 400;">arsitektur candi, Buddha, Sumatra, unsur arsitektur </span></p>2024-10-04T00:00:00+07:00Hak Cipta (c) 2024 Ravi Kukuh