Vol. 2 No. 2 (2016)
CATATAN REDAKSI
Satu persoalan besar yang tidak akan pernah mendapat jawaban pasti berkenaan dengan pertanyaan untuk apa sebenarnya hukum dibuat. Hal ini ada dibalik persoalan-persoalan hukum yang diangkat dalam antologi artikel-artikel yang termuat dalam edisi Veritas et Justitia ini. Secara umum dan pada tingkat abstrak, setidaknya dalam banyak tulisan hukum, selalu dirujuk tiga tujuan hukum: kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan sosial. Kemungkinan besar, ajaran ini berasal dari tulisan Gustaaf Radbruch, sekalipun sekarang ini tidak satupun tulisan-tulisan yang ada merujuk pada tulisan yang bersangkutan. Seringkali pula ketiga tujuan hukum itu dalam praktiknya saling dibenturkan satu sama lain.
Namun tidak atau jarang disebut bahwa tujuan hukum juga bisa sekadar simbol (penanda) dari kepedulian dan itikad baik negara terhadap suatu fenomena khusus, misalnya perlindungan perempuan dan anak, kelestarian lingkungan hidup atau kebakaran hutan. Seberapa jauh pesan akan adanya itikad baik yang hendak disampaikan, melalui peraturan perundang-undangan, berhasil dipahami masyarakat kerap tergantung banyak faktor lain. Misalnya bagaimana pesan itu dibungkus dan dituliskan secara konsisten dan koheren dalam ketentuan-ketentuan yang dimaktubkan dalam peraturan perundang-undangan. Serta selanjutnya bagaimana penegak hukum dan pencari keadilan membaca dan memaknainya. Tidak boleh dilupakan adalah apakah betul pesan yang hendak disampaikan – selalu merupakan kompromi politik – berhasil mempertahankan kesungguhan dan kepedulian nyata, artinya bukan sekadar kepedulian simbolik.
Pada akhirnya tugas utama pengemban hukum dari kalangan akademis (atau teoretisi) – dan sebagai besar penyumbang tulisan dalam edisi ini adalah teoretisi - adalah membaca kembali peraturan perundang-undangan sebagai sumber hukum tertulis dengan kritis dan mencoba memaknakannya kembali dalam bingkai-bingkai kepentingan dan/atau kebutuhan pencari keadilan yang bersifat konkrit (saat ini dan di sini: hic et nunc). Ketika membaca itu pula, maka teoritisi (seharusnya berani) menggagas cara atau metoda baru dan menerobos kebuntuan pemikiran hukum yang ada.
Ikthiar menyelaraskan (secara horizontal-vertikal atau dengan acuan prinsip-prinsip hukum) dari begitu banyak ketentuan hukum yang ditemukan dalam ragam sumber hukum yang terserak dan terus menerus dibuat adalah tujuan lain dari pengembanan ilmu hukum, sekalipun bukan tujuan hukum itu sendiri. Cara atau metoda yang diusulkan sedianya mempermudah pembaca dan pemerhati hukum untuk mengetahui apa yang seharusnya menjadi hukum ketika kita dihadapkan pada persoalan-persoalan hukum yang nyata dan tidak sekadar ilusif.
Antologi yang termuat dalam terbitan Veritas et Justitia kali ini terbagi ke dalam empat kelompok besar. Satu kumpulan menyoal persoalan-persoalan di bidang hukum pidana, materiil-prosesuil, bahkan tentang sistem peradilan pidana, serta kriminologis. Bagian kedua merupakan tulisan-tulisan yang menelaah persoalan di bidang hukum keperdataan baik di bidang perikatan maupun yang lebih kompleks seperti hukum kebendaan (hak cipta di dunia maya). Bagian ketiga berkaitan dengan access to justice. Sedang kumpulan terakhir berkaitan dengan persoalan penataan ruang, lingkungan hidup, serta tanggung jawab hukum internasional negara berkembang. Satu benang merah yang dapat ditarik dan menjadi tajuk editorial kali ini adalah tentang tujuan hukum dan seberapa jauh tujuan hukum tersebut dipengaruhi, berubah dan menyimpang karena pengaruh praktik (kebutuhan nyata) atau kepentingan-kepentingan politik yang lebih besar.
Redaksi
Articles
-
Resentralisasi Dalam Pembagian Kewenangan Pemanfaatan Energi Panas Bumi
Abstract View: 575 -
Mempertimbangkan Kembali Orientasi Gerakan Bantuan Hukum Indonesia
Abstract View: 686