Starbucks, Coffee Culture, Hibridisasi, MNCs, Indonesia
Abstract
Aktor-aktor non-negara dalam Hubungan Internasional memiliki kekuatan ekonomi, politik, dan sosial yang memiliki pengaruh dalam level nasional dan internasional. Tulisan ini akan fokus membahas salah satu aktor non-negara yaitu MNCs dengan mengambil studi kasus Starbucks. Starbucks merupakan salah satu MNCs yang berhasil menjadi coffee shop nomor satu dan pada tahun 2018 tercatat memiliki 27.000 outlet yang tersebat di seluruh belahan dunia. Indonesia telah menjadi host country sejak tahun 2002 saat Starbucks pertama kali hadir di Indonesia berlokasi di Plaza Indonesia. Starbucks telah berkembang pesat dan pada tahun 2018 tercatat memiliki 326 outlet di 22 kota besar di Indonesia. Starbucks tidak hanya menjual kopi, tetapi memberikan kesan baru dalam menikmati kopi yang dikenal dengan “Starbucks experience”. Starbucks telah mempromosikan coffee culture sejak 1971. Di Indonesia, Starbucks telah berkontribusi terhadap transformasi budaya ngopi dari cara tradisional menjadi modern, dimana tempat ngopi dibuat sangat nyaman dimanjakan dengan berbagai fasilitas. Starbucks menjadi bagian dari modernisasi budaya ngopi di Indonesia yang telah mendorong kedai-kedai kopi untuk mencontoh manajemen dan pemasaran Starbucks serta memiliki sasaran konsumen yang lebih luas. Starbucks menciptakan berbagai inovasi terutama dalam varian rasa yang memungkinkan kopi bisa dinikmati oleh siapa saja tanpa mengenal umur. Dalam tulisan ini, penulis ingin menganalisis kedatangan Starbucks kaitannya dengan transformasi budaya ngopi di Indonesia menggunakan konsep milik Arjun Appandurai yaitu “5 dimensions of global cultural flow” dan menganalisis kegagalan Starbucks dalam menciptakan produk hibrid di Indonesia.