Vol. 5 No. 1 (2019): VERITAS ET JUSTITIA
CATATAN REDAKSI
Jurnal Veritas et Justitia edisi Juni 2019 kembali hadir kehadapan pembaca dengan menawarkan sejumlah tulisan ilmiah dengan ragam topik. Keluasan dan keragaman topik tulisan dalam edisi ini tidak mungkin dicegah mengingat minat para peneliti/penulis hukum Indonesia yang juga begitu beragam. Namun di balik keberagaman tersebut dapat ditarik satu benang merah. Setiap penulis mengangkat persoalan kontemporer hukum di berbagai bidang kajian, baik pada tataran teoretikal abstrak maupun yang konkrit sekalipun tidak begitu popular dan diam-diam atau eksplisit memaksa kita memikirkan kembali tujuan hukum.
Satu penulis menggagas dikembalikannya peran dan fungsi TAP MPR tentang GBHN yang dahulu diberlakukan Orde Baru. Terlepas dari persetujuan atau justru ketidaksetujuan pembaca, gagasan utama yang muncul adalah justru sekarang ini (dengan memperhatikan dampak teknologi informasi dan perkembangan zaman) Indonesia perlu memiliki arahan kebijakan jangka panjang yang perumusannya tidak tergantung pada dinamika pemerintahan dan politik. Terkait dengan itu adalah tulisan yang menelaah problematika tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia yang sebaliknya justru sangat dipengaruhi oleh perubahan tata negara dan tata pemerintahan. Sejalan dengan ide perlunya kepastian tentang panduan adalah diskusi tentang peran penting Pancasila sebagai ideologi justru di tengah keraguan akan kebenaran dan kemanfaatan narasi-narasi besar.
Persoalan lain berkaitan dengan pengembangan sistem peradilan (sederhana, cepat, biaya ringan) yang mumpuni di Indonesia. Satu penulis mengaitkan peningkatan efisiensi sistem peradilan Indonesia dengan gagasan perlu dan pentingnya pendampingan pengacara tidak saja dalam perkara pidana namun justru dalam perkara-perkara perdata. Pembaharuan hukum juga menjadi tema satu tulisan yang mengaitkan perkembangan teknologi kecerdasan buatan dengan otomatisasi layanan hukum. Kritikan yang diajukan dengan meminjam teori hukum progresif adalah seberapa jauh tujuan hukum untuk manusia akan tetap terjamin bila otomatisasi pemberian jasa hukum nyata diwujudkan .
Tujuan hukum dalam konteks fungsi sosial (ekonomi) – bukan sekadar tujuan tradisional hukum - menjadi perhatian tulisan-tulisan lain yang menelisik persoalan dalam hukum perlindungan konsumen, peer to peer lending, subsidi perikanan dan pengawasan kepemilikan senjata api dan bahan peledak. Keterlindanan persoalan hukum dengan kepentingan ekonomi-politik juga tampak nyata dalam satu tulisan lain yang mempertanyakan (di tataran internasional) keabsahan klaim RRC atas laut Cina Selatan. Di balik tulisan-tulisan itu tersembunyi pertanyaan tentang validitas tujuan hukum klasik (kepastian-keadilan dan mungkin kemanfaatan). Apakah tidak mungkin dan menjadi lebih penting menjamin pencapaian tujuan ekonomi (efisiensi) ketika peraturan perundang-undangan dibuat dan diimplementasikan? Selamat membaca.
Selamat membaca!Articles
-
PANCASILA DI ERA PASKA IDEOLOGI
Abstract View: 1522 -
PROBLEMATIK PENATAAN JENIS DAN HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Abstract View: 768 -
HUKUM PROGRESIF DAN PERKEMBANGAN TEKNOLOGI KECERDASAN BUATAN
Abstract View: 1737 -
MPR DAN URGENSI GARIS BESAR HALUAN NEGARA DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA
Abstract View: 1054 -
PEER TO PEER LENDING DI INDONESIA DAN BEBERAPA PERMASALAHANNYA
Abstract View: 2726