Vol. 8 No. 1 (2022): Veritas et Justitia
Catatan Redaksi
Apakah masyarakat Indonesia harus galau menghadapi ancaman-tantangan yang muncul dari percepatan perubahan zaman yang dibawa Industri 4.0, atau bahkan perkembangan metaverse? Sudah sejak Alvin Toffler (era 70’an) kita semua diingatkan akan adanya akselerasi perubahan dan pesan bahwa satu-satunya kepastian adalah justru perubahan yang semakin cepat-sering dan radikal. Sekian decade kemudian Yuval Harari mengingatkan kita semua akan tantangan perubahan zaman, termasuk ancaman yang khusus menyasar negara-negara berkembang.
Presiden Jokowi dalam kunjungannya ke UNPAR pada 2022 mengingatkan kita akan ketidakpastian global dan menantang dunia pendidikan tinggi, bukan hanya ilmu hukum, untuk menanggapi. Tentu itu memenuhi undangan itu tidak-lah semudah membalikan tangan. Satu tulisan mencoba menelusuri kembali pesan utama yang disampaikan dan menelisik apa dan bagaimana dunia pendidikan tinggi hukum seyogianya menanggapi perubahan zaman. Tentu apa yang dituliskan tidak niscaya merupakan jawaban akhir. Apalagi perubahan tercepat terasa begitu nyata muncul di dunia digital maupun sains.
Uang sebagai alat tukar mempermudah perdagangan lintas batas negara. Tetapi apakah hukum nasional masih dapat diandalkan, untuk mengatur dan mengendalikan penggunaan crypto currency? Lantas bagaimana dengan kegiatan ekonomi yang bersifat lintas batas seperti bisnis over the top? Seberapa jauh Negara dapat mengejar perkembangan bisnis di dunia digital yang tidak kenal dan peduli batas kedaulatan dan hukum nasional?
Ketertinggalan hukum juga dirasakan ketika kita berbicara tentang iptek (sain). Pengembangan Protocol Kesehatan (yang dibangun berdasarkan sains yang terus berubah) di masa Pandemi juga terus berubah, kadang secara radikal. Apa yang disebut hukum tidak lagi dapat dimaknai sebagai sesuatu yang ajeg dan memberi kepastian. Penulis lain menelaah bagaimana Outer space faring nations, penguasa iptek terkini, mengusulkan eksplorasi-eksploitasi bulan dan benda-benda angkasa. Bagaimana Indonesia harus menanggapi kesenjangan penguasaan iptek dengan negara maju dan seberapa jauh iptek yang terus berubah-berkembang harus dicerminkan dalam kebijakan public? Dua tulisan tentang perkembangan dunia hukum antariksa dan penanganan pandemic menyoroti hal ini.
Satu hal yang diingatkan satu penulis lain adalah keterlindanan hukum dan politik. Kita tidak dapat dan mungkin mengandaikan bahwa hukum niscaya mencerminkan kepentingan bersama. Diskusi tentang tentang nasib bulan dan benda-benda angkasa, perlunya mengundang investasi asing melalui UU Cipta Kerja, bagaimana kita harus menyikapi urusan sengketa perjanjian kerja yang melibatkan majikan wakil negara sahabat, sampai dengan pengembangan hukum waris pasca penghapusan kriteria golongan penduduk menunjukkan pentingnya mencermati keterkaitan pengembangan hukum dan pertarungan politik.
Apakah kemudian ilmu pengetahuan terkini dapat memberi jalan keluar dan memberi jawaban pasti bagi masalah-masalah masyarakat? Tulisan-tulisan yang ada justru menolak jawaban hitam putih. Namun bagaimanapun juga kita tetap harus mengembangkan hukum (nasional-internasional) dengan kesadaran penuh akan ketidakpastian.
Selamat membaca
Articles
-
KETIDAKPASTIAN GLOBAL DAN TANGGAPAN PENDIDIKAN TINGGI HUKUM
Abstract View: 692 -
PROGRAM ARTEMIS: TANTANGAN HUKUM RUANG ANGKASA DI ERA BARU
Abstract View: 557 -
OMNIBUS LAW: DOMINASI KEKUASAAN EKSEKUTIF DALAM PEMBENTUKAN LEGISLASI
Abstract View: 1262 -
PROTOKOL KESEHATAN DAN GENEALOGI HUKUM DI MASA PANDEMI COVID-19
Abstract View: 332