Editorial:
“Formasi subyek”, itulah salah satu perbincangan pelik dalam filsafat mutakhir. Subyek individu di satu pihak dilihat sebagai produk bentukan kekuatan-kekuatan eksternal, di pihak lain ia tetaplah produser kekuatan-kekuatan dan membentuk dirinya sendiri pula. Wacana pascamodern kadang agak berlebihan dalam melihat faktor eksternal, hingga seolah subyek individu nyaris tak punya peran berarti dalam membentuk diri dan dunia sekelilingnya. Subyek manusia “sudah mati” kata kaum poststrukturalis.
Dalam suasana wacana macam itu menariklah merenungi kembali posisi subyek itu dari berbagi sudutnya. Dalam sajian kami kali ini Preciosa de Joya dengan artikelnya “ The Task of Remembrance” melihat posisi individu dengan beban sejarah masa lampaunya dan tugas bagi masa depannya. Masa lampau, terutama yang tak adil, harus dilihat sebagai bagian dari proyek hidup individu, yang belum selesai, dan mesti dibenahi menuju masa depan yang lebih baik. El Mithra Delacruz dengan artikelnya “The Individual and Collective transformation”, memperkarakan kemungkinan bagaimana kebudayaan, kendati menentukan kehidupan individu, juga ditentukan oleh individu. Kualitas peradaban suatu kebudayaan pada sisi tertentu juga ditentukan oleh petualangan batin individunya. Berikutnya artikel tulisan Atmo “Zizek's redefinition of Modern Subject” lebih eksplisit mencoba merumuskan dan membangunkan kembali posisi subyek Cartesian -yang telah terlampau lama dikritik dan ditumbangkan itu- melalui alur pikir Slavoj Zizek . Sedangkan tulisan Jason Osai, “In His Image and Likeness, ponderings over Creation and the Divine” menawarkan semacam kosmologi yang agak baru , yang mengedepankan kemungkinan bahwa bangsa manusia tidak langsung diciptakan oleh Tuhan yang omnipoten dan immortal, melainkan oleh entitas yang juga mortal namun lebih tinggi kemampuan mentalnya. Ini dengan sendirinya mengimplikasikan cara pandang baru juga atas subyek individu. Sementara itu Tulus Sudarto, lewat artikel teologinya “ Teologi Magisterium dan konservatisme Gereja” membahas dilemma akibat tendensi konservatisme gereja, yang pada gilirannya mudah berbenturan dengan kreativitas dan petualangan batin individu juga. Selamat membaca!
Redaksi
Published: 2014-07-21