Editorial:
Reformasi di Indonesia telah mengakibatkan banyak hal dibongkar kembali dan dikaji ulang. “Dekonstruksi” menjadi kata kunci. Dekonstruksi memang berarti membongkar, tapi bisa juga itu kita lihat sebagai upaya untuk mencari kemungkinan-kemungkinan baru untuk memahami kompleksitas persoalan dan kenyataan. Bagaimana pun sebuah sistem selalu menyimpan banyak kemungkinan yang kerap tak langsung terlihat. Hanya setelah dibongkar dan dikaji ulang ia menampilkan kemungkinan-kemungkinan yang barunya.
Melintas kali ini menghadirkan banyak bahasan tentang situasi politik Indonesia. Karenanya mau tidak mau artikel-artikel tersebut menyerempet wilayah empiris. Sajian awal adalah pemahaman tentang dekonstruksi dari Konrad Kebung bertajuk “Repositioning Derrida's Deconstruction” yang hendak melihat kembali seberapa berharga sebetulnya gagasan dekonstruksi itu , terutama setelah mendapat berbagai kritik atasnya. Itu lantas disusul dengan tulisan Aleksius Djemadu , “The Primacy of the state in the study of global politics: an epistemological debate”, yang mempersoalkan sejauh mana negara masih dapat berperan dalam situasi global yang dikendalikan oleh perusahaan-perusahaan multinasional serta dikontrol oleh gerakan-gerakan masyarakat madani dan berbagai LSM. Penulis lain, Roy Voragen, menjumput sisi lebih spesifik, yakni korelasi antara peran masyarakat madani dan terbentuknya budaya demokrasi. Artikelnya berjudul “Civil Society and Democracy in post-Soeharto Indonesia”. Ada pun Banyu Perwita menyasar sisi lebih spesifik lagi dan mengkaji politik simbol dalam gerakan-gerakan Islam di Indonesia. Artikelnya adalah “ Islam 'symbolic politics' in Indonesia”. Donny Gahral Adian melengkapi kajian tentang Islam ini dengan artikel “Javanese-Islam Value Consensus” yang hendak memperlihatkan bahwa dalam sejarahnya dan pada dasarnya Islam tidak bertentangan dengan kebutuhan ke arah konsensus nilai dalam konteks pluralisme . Akhirnya Leo Samosir, lewat artikel “Kristianitas dalam tegangan antara Tradisi dan Relevansi” pun bicara soal tegangan dialektis agama sebagai institusi dan agama sebagai inspirasi. Selamat membaca!
Redaksi
Diterbitkan: 2014-07-21