KESELARASAN WUJUD INKULTURASI ORNAMEN SEBAGAI PEMBENTUK MAKNA SIMBOLIK GEREJA SANTA THERESIA LISIEUX BORO, KULON PROGO
DOI:
https://doi.org/10.26593/risa.v8i04.8576.328-347Abstrak
Abstrak - Seiring berkembangnya zaman, Gereja Katolik pun semakin terbuka akan adanya perubahan. Konsili Vatikan II yang dilaksanakan pada tahun 1965 menghasilkan istilah baru, yaitu ;inkulturasi’, yang berarti dorongan Gereja untuk memperbaharui Gereja dengan melibatkan integrasi antara budaya lokal setempat dengan ajaran Katolik. Inkulturasi mendorong pembentukan Gereja yang terus berubah mengikuti perkembangan zaman, dengan melibatkan peran aktif umatnya melalui liturgi yang dapat lebih dihayati oleh masyarakat, sehingga membentuk Gereja yang berakar dari masyarakat setempat dan dapat terjadi pengintegrasian pengalaman iman dengan nafas lokal. Inkulturasi menjadikan Gereja sebagai bagian dari budaya setempat dan identitas yang terintegrasi suatu kelompok masyarakat.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendokumentasi dan mengungkapkan perwujudan dan keselarasan dari inkulturasi yang ditemukan dalam ornamen arsitektur Gereja Santa Theresia Lisieux Boro di Kulon Progo. Pemilihan objek ini dilakukan karena minimnya dokumentasi terhadap gereja ini, meski kaya akan sejarah dan sudah berdiri sejak tahun 1927. Gereja Santa Theresia Lisieux Boro mempunyai pengaruh kuat dari arsitektur Eropa, terutama Belanda karena sejarahnya, dan seiring berjalannya waktu mengalami perubahan – perubahan yang dipengaruhi oleh budaya Jawa.
Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif berupa deskripsi, komparasi, analisis, dan interpretasi. Teori yang digunakan adalah teori akulturasiyang menjadi dasar dari proses inkulturasi.Teori pendukung yand digunakan merupakan prinsip lokalitas Jawa, berupa ornamentasi dan warna arsitektur Jawa, teori zonasi gereja, dan teori semiotika mengenai pendekatan historis, historisisme, dan material. Objek studi dibagi lingkup telaahnya dari zonasi pada Gereja yang dibagi menurut kesakralannya, yaitu Zona Narthex, Zona Nave, dan Zona Sanctuary, yang kemudian dibagi lagi berdasarkan lingkup bangunan, yaitu lingkup atap, lingkup dinding, dan lingkup lantai.
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa inkulturasi pada Gereja Santa Theresia Lisieux Boro, Kulon Progo tampak pada hubungannya dengan zonasi hierarkis kesakralan gereja, dan lingkup bangunan sebagai perwujudan dari penyisipan budaya Jawa dalam arsitektur gereja. Inkulturasi terwujud dalam penggunaan ragam hias lokal seperti ragam hias flora bermotif lung – lungan, gunungan wayang, dan gaya penggambaran ornamen. Pemilihan material berdasarkan lokalitas juga dilakukan dengan menggunakan material batu tempel dan kayu jati yang diukir. Penelitian juga mengemukakan adanya keselarasan antar ornamen yang dikaji berdasarkan bentuk dan makna, warna dan material, serta penempatan hierarkis sudah terwujud, kecuali untuk ornamen pada Zona Nave.
Manfaat penelitian ini dapat memberi pemahaman kepada peneliti, perancang dan pembaca mengenai inkulturasi dan keselarasannya pada ornamentasi arsitektural Gereja Santa Theresia Lisieux Boro dari segi bentuk dan makna. Pemahaman tentang pentingnya mengintegrasikan budaya dan nilai – nilai lokal dalam bangunan yang menjadi identitas suatu wilayah juga didapatkan. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi perancang untuk mengintegrasikan dan mengadopsi unsur – unsur budaya lokal yang selaras dari segi bentuk dan makna dengan ajaran dan sakralitas agama Katolik dalam arsitektur gereja sebagai identitas suatu wilayah.
Kata Kunci: inkulturasi, ornamen, bentuk dan makna, arsitektur gereja, Jawa
##submission.additionalFiles##
Diterbitkan
Terbitan
Bagian
Lisensi
Hak Cipta (c) 2024 Nyra Malika Pribadi
Artikel ini berlisensiCreative Commons Attribution-NonCommercial-ShareAlike 4.0 International License.