PENGARUH KEMIRINGAN ATRIUM TERHADAP PERFORMA PENCAHAYAAN ALAMI PADA RUANGAN SEKITAR ATRIUM
DOI:
https://doi.org/10.26593/.v5i02.4732.171-189Abstrak
Abstrak
Sejak masa architectural re-establishment pada tahun 1970, atrium telah digunakan sebagai upaya untuk mengkonservasi energi dari sisi pencahayaan alami maupun penghawaan alami. Namun penggunaan atrium sebagai salah satu media penetrasi pencahayaan alami ke dalam bangunan masih memiliki kekurangan, yakni tingkat pencahayaan alaminya yang semakin berkurang jika semakin jauh dari sumber, baik secara horizontal maupun vertikal. Kemiringan atrium merupakan salah satu faktor geometri atrium yang dapat memengaruhi kuantitas pencahayaan alami yang masuk ke atrium dan ruangan sekitarnya secara signifikan. Perubahan variabel kemiringan atrium akan berdampak pada perubahan lebar bukaan atap pada atrium, serta munculnya area lantai ruangan sekitar atrium yang terekspos langsung ke arah bukaan atap atrium, sehingga dapat memengaruhi jumlah cahaya alami yang masuk ke ruangan sekitar atrium. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh kemiringan atrium terhadap performa pencahayaan alami pada ruangan sekitar atrium yang ditinjau dari segi distribusi maupun penetrasi, serta untuk mengetahui kemiringan atrium minimal sebagai strategi peningkatan pencahayaan alami pada objek studi. Tinjauan tersebut berupa nilai average daylight factor yang mengindikasikan kemerataan dan jangkauan daylight factor yang mengindikasikan tingkat penetrasi. Objek studi yang digunakan pada penelitian ini adalah atrium Mall Festival Citylink sebagai salah satu atrium yang merepresentasikan terdapatnya area gelap pada ruangan sekitarnya.
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah kuantitatif – eksperimental dengan teknik pengumpulan data berupa simulasi pada ruang virtual. Program komputer Rhinoceros & Grasshopper for Rhino digunakan sebagai visualisasi dan generasi 3D-model, sementara plug-in Honeybee dan Ladybug for Grasshopper digunakan sebagai media simulasi pencahayaan alami. Data yang diperoleh digabungkan dalam program Microsoft Excel dan dianalisa menggunakan program JMP untuk melihat korelasi, signifikansi, dan determinasi antar variabel penelitian.
Melalui hasil simulasi, didapat kesimpulan bahwa pada kondisi eksisting objek studi, dua lantai terendahnya belum memenuhi standar BREEAM (average daylight factor 2%) dan standar LEED (jangkauan daylight factor 2% sebesar 75% dari total kedalaman ruangan sekitar atrium). Untuk memenuhi standar BREEAM, atrium cukup memiliki kemiringan minimal 7° atau kemiringan yang disarankan 10°. Tetapi angka kemiringan ini belum cukup untuk memenuhi standar jangkauan daylight factor yang disyaratkan LEED. Agar seluruh lantai ruangan sekitar atrium memenuhi standar LEED, dibutuhkan kemiringan minimal 11° atau kemiringan yang disarankan 15°.
Kata-kata kunci: kemiringan, ruangan sekitar atrium, average daylight factor, jangkauan daylight factor, atrium Mall Festival Citylink.