PENERAPAN KONSEP MAHĀYĀNA, VAJRAYĀNA, MĀNASĀRA PADA KUIL BUDDHA MATARAM ŚAILENDRA
DOI:
https://doi.org/10.26593/risa.v5i01.4414.1-17Abstract
Abstrak- Berbagai prinsip dan tradisi arsitektur klasik India telah dikumpulkan dan dilestarikan dalam kajian yang dikenal sebagai Vāstuśāstra. Cabang keilmuan klasik India ini merupakan perwujudan arsitektural dari nilai-nilai Hindu ideal, dan karena itulah ide-ide di dalamnya memiliki pengaruh signifikan terhadap arsitektur keagamaan dalam wilayah budaya India Raya yang mencapai Pulau Jawa kuno. Pengaruh India dapat dikenali dalam desain candi Hindu di Jawa era Dinasti Śailendra meskipun terdapat sejumlah elemen arsitektural yang tidak ditemukan dalam vāstuśāstra. Namun, berbeda dengan agama Hindu yang memiliki kajian vāstuśāstra, agama Buddha tidak memiliki kajian seperti vāstuśāstra ataupun kuil Buddha yang berdiri sendiri sehingga, sumber yang dipakai sebagai panduan dalam membangun bangunan arsitektur Buddha dipertanyakan dalam Candi Buddha di Indonesia, khususnya Candi Buddha di Jawa Tengah era Mataram Kuno Dinasti Śailendra. Meskipun ajaran Buddha dan beberapa bagian dalam kajian vāstuśāstra diketahui turut berperan dalam pembangunan Candi Buddha di Indonesia, seberapa jauh aliran Buddha dan vāstuśāstra India diterapkan dalam candi sulit untuk diamati, mengingat tidak adanya kajian khusus dan referensi kuil Buddha yang berdiri sendiri untuk membangun Candi Buddha, dan narasumbernya yang sudah tidak ada. Dengan mencari informasi mengenai teori arsitektur ajaran-ajaran Buddha yang masuk ke Indonesia dan mengidentifikasi serta membandingkan bagian-bagian vāstuśāstra yang relevan, maka dapat terlihat elemen arsitektural apa saja yang merupakan bagian dari konsep ajaran Buddha tertentu serta yang merupakan bagian dari kajian vāstuśāstra.
Dalam penelitian, metode deskriptif dan pendekatan kualitatif digunakan oleh penulis. Penulis berfokus pada sosok dan ornamen serta tata massa dan ruang. Penelitian ini mengumpulkan dan membandingkan berbagai bagian vāstuśāstra yang relevan serta beberapa konsep ajaran Buddha untuk dibandingkan dengan data dari duabelas sampel candi era Mataram Kuno Dinasti Śailendra. Perbandingan oleh penulis menunjukkan sejumlah hasil. Pertama, terdapat penerapan konsep mahāyāna, vajrayāna, dan kitab mānasāra pada elemen sosok, ornamen, tata massa, dan ruang candi Buddha di Jawa Tengah. Namun begitu, sejumlah detil arsitektural dari elemen-elemen tersebut memiliki perbedaan yang kentara dengan penuturan dalam vāstuśāstra. Sebagai contoh, beberapa penempatan Kala-Makara yang tidak mengikuti kitab mānasāra. Kedua, dengan adanya penerapan konsep mānasāra pada candi Buddha di Jawa Tengah membuktikan bahwa adanya pengaruh Hindu dikarenakan hubungan harmonis antara Buddha dan Hindu pada jaman tersebut. Ketiga, kuil Buddha free-standing pertama adalah Candi Batujaya 5/Blandongan (abad 2-3 M dan 7-10 M) karena kuil Mahabodhi di India baru dibangun seperti yang kita lihat sekarang pada restorasi fase 6 (tahun 700-800 M/abad 8 M).